Friday, August 25, 2006

kebebasan

...dan kebebasan adalah pelaksanaan diri dengan mewujudkan kemungkinan-kemungkinan yang ada."

(Kelompok KAIT, Pameran fotografi "FREE". Purnabudaya Jogja, April 1999)



kalimat indah itu saya temukan dalam sebuah spanduk kecil ketika kaki saya melangkah masuk ke ruang pameran. kalimat itu terus terang demikian mengikuti saya berwaktu-waktu selanjutnya. ketika beberapa tahun kemudian Indonesia diguncang issu kebebasan, berawal dari kritik kepada goyangan gebor milik Inul. Segala orang pada saat itu berkomentar. Bahwa yang manusia Indonesia butuhkan adalah kebebasan berekspresi.

Bahwa yang dibutuhkan adalah kebebasan menunjukkan diri sendiri.

Pertanyaannya adalah; bagaimana kebebasan itu harus menjadi sementara kebebasan tidak pernah mewujud menjadi mutlak?



Ada baiknya saya kembali pada kalimat Kelompok KAIT di atas. Bahwa kebebasan sebenarnya hanya dibatasi oleh satu: kemungkinan. Jika kemungkinan itu tidak ada maka hilanglah kebebasan. Pertanyaan selanjutnya mungkin, kemungkinan yang bagaimana? Kemumgkinan itu terletak dalam kebebasan yang terbingkai dalam suatu pilihan.



Seorang ahli kebermaknaan hidup menyatakan bahwa ada satu kebebasan manusia yang tidak dapat diambil, adalah kebebasan menentukan pilihan! Apa sebab? Sebab pilihan itu yang akan mengikatnya dalam kebebasan.



Seorang yang memilih menjadi penulis, misalnya, dia hanya memiliki kemungkinan mengungkapkan apa yang dia rasa dan pikirkan lewat tulisan bukan gambar, seorang fotografer menyatakan lewat karya fotonya bukan lewat suara dan seterusnya.



Bagaimana pengejawantahan kalimat itu dalam kehidupan kita?

Jika saya memilih menjadi seorang muslim, misalnya, maka saya harus mengikuti arah pilihan saya. Misalnya dengan memberikan pertanyaan kepada diri saya sendiri, 'apakah bergoyang ddepan banyak orang yang nota bene bukan apa-apa saya dibolehkan oleh nilai yang telah saya pilih?' apakah melakukan free seks diijinkan oleh pilihan saya? Dan seterusnya.



menurut saya, pertanyaan itulah yang pertamakali mesti ditanyakan, bukan apakah larangan itu melanggar kebebasan saya?



Jika tidak ingin terbawa dalam aturan itu, silahkan saja keluar dari aturan, dari pilihan dan memilih aturan lain.



Jika ingin jadi muslim, maka jadilah muslim.

Jika ingin jadi penulis, jadilah penulis.



(ayya, 23 Agustus 2006. 05.59 pm)

Tuesday, August 22, 2006

puisi2 pendek

Diri



Keakuanku,

adalah seribu tanya

yang terucap lewat bibir-bibir mungil

di antara taburan senyum

Keakuanku,

adalah jiwa-jiwa terkapar

aku, tahu, ada

dan akan datang

sekarang, besok atau

kapanpun.

21 juni 1993

Aku Bertanya
Sajak Fikri Aya
Kakiku bertanya di mana letak keadilan
telunjukku menjawab,
ada di sana
Pergi dan carilah
dia menuding langit
Tanganku bertanya apa itu cinta
telunjukku menunjuk hati,
bertanyalah pada-nya
mengapa ia masih sering
membuat perbedaan berganti-ganti
Mataku bertanya
apa yang diperbuat manusia
dengan akal dan
hatinya
Tapi bibirku hanya
menjawab tak tahu apa-apa
Lidahku bertanya mengapa
cita - rasa kami berbeda
kepalaku menggeleng lupa
Rasaku bertanya,
mengapa aku hanya boleh singgah
di tempat yang jauh dari
wangi parfum kota
Hidungku menjawab karena.
Hatiku bertanya mengapa tempatku
jauh dari wangi sorga
Aku menjawab,
karena
aku juga hanya
mencium bau amis dan anyir darah
atau dentum senjata yang hanya
membuat semuanya bertambah
parah!
8 juli 1995

Kesunyian
Sajak Aya Fikri
aku dijemput kereta
dengan masinis seekor kuda
dan penumpang yang langka
tidak ada yang kukenal
tapi aku merasa, ada
ketika
semua sibuk bercengkerama
aku dijemput kereta
dengan masinis se-ekor kera
sementara penumpangnya
hanya seorang naga
aku maju mencoba
oh, dia tak
acuh saja!
6 juli 1995


SELA
Seekor burung dengan sayap berkibar
menukik di depanku
aku tersenyum
melihat kakinya yang patah
8 july 1995


Hari Semakin Menua
Sajak Aya Fikri
Sebuah gigi rontok
hari semakin menua
Sebuah dinding roboh
hari semakin menua
Gigi hari runtuh
hari semakin menua
juli 1995

(Catatan: puisi-puisi ini pernah dimuat di cybersastra.net pada 2002)