Tuesday, January 30, 2007

MORE and MORE


my next plan 4 my life.
at least i wanna give this an life began at thirty.
i knew may its too bad to became true. but if didnt,
im worry it never realize, and i will be sorry about that.
so, this is mine.
and let see, how its can be....

Wednesday, January 24, 2007

BUS KOTA

pulang kampung kemarin aku bersama sepupu perempuanku naik bus kota,
dalam bus kami bertemu seorang ibu dengan anak perempuannya yang masih balita
saat itu sepupuku berkomentar,
semoga dia tidak akan pernah mengajak anak-anaknya naik kendaraan umum
karena kasihan anak yang kepanasan
HERANNYA!
mengapa aku justru berpikir lain?
aku ingin sesekali mengajak anak-anakku naik
kendaraan umum,
mengajarkan mereka berbagi bersama orang lain,
mengajarkan meraka mengetahui bagaimana orang-orang lain di sebelah lain
hari-hari mereka.

gitcu aja deh,
ashik ga sih?
24-01-07 / 12.13 wib

TIRAI HUJAN

Oleh Aya Perempuan Fikri

"Bukan begitu, Pra. Aku bukan tidak mau menjelaskan dengan jujur pada teman-teman. Aku hanya tidak ingin mereka tahu siapa kamu."

"Tapi kamu tersiksa dengan caramu itu, Wie."

"Ya. Tapi aku lebih suka melakukannya. Karena aku tahu apa yang terjadi jika mereka mengerti siapa kamu sesungguhnya. Sebagian akan menatapku iba, dan yang tidak mau tahu akan mentertawakan aku atau menganggapku gila."

"Kau tidak bisa bersembunyi dibalik kebohongan terus menerus."

"Jika nanti aku sudah tidak sanggup menghadapinya, aku akan mengakhirinya pada seseorang yang layak untuk aku percayai."

"Wie...."

Widuri tersentak. Ballpoint ditangannya terpelanting jatuh. Bergegas diselipkannya kertas itu.

"Ada apa, Ma," diseretnya langkah mendekati pintu.

"Lala datang. Dia menunggumu di teras samping."

Widuri mengangguk. Ah, La, apakah aku akan bertanya lagi tentang siapa Pradipta? Maafkan kalau aku tidak bisa jujur kali ini.

"Hai, La. Kenapa tidak masuk?"

"Hanya sebentar. Hanya mengantarkan undangan pernikahan Mas Bram. Dan kau harus datang bersama Pradipta-mu."

"Apa?"

"Hai, sejak kapan kau mendadak tuli, Sayang?" Lala tertawa.

"Mas Bram bilang kau harus hadir bersama Pradipta.”

"Tidak," geleng Widuri. "Aku tidak bisa."

"Mengapa tidak ?" alis mata Lala bertemu.

"Kau belum pernah mengenalkannya pada kami, kan?"

"Sudahlah. aku tidak dapat menjelaskannya."

Lala tersenyum, selalu dicobanya untuk mengerti sahabatnya itu. "Aku pulang, Wie. Masih banyak undangan yang harus aku antarkan."

Aku mengecewakanmu lagi, La. Tapi itu akan terus terjadi selama aku tidak bisa melepaskannya. Atau menemukan penggantinya. Dihempaskannya tubuh ke dipan. Pradipta. Pernikahan Mas Bram. Pradipta. Pernikahan....

"Kau lihat, Pra. Semua orang mempercayai cerita tentangmu, mempercayai aku. Tapi berapa banyak yang telah aku bohongi ?"

"Kau harus belajar melupakan aku, Wie. Aku tidak bisa mengasihimu seperti yang kau kira."

"Aku cukup bahagia memilikimu, Pra."

"Kebahagian macam apa ? Kisah-kisah yang kita rajut hanya semu. Tak berbentuk, tak berwujud."

”Tapi aku bangga, aku bahagia. Meskipun aku sendiri tak pernah tahu kebanggaan macam apa yang aku miliki. Atau kebahagian yang bagaimana."

"Lupakan aku, Wie. Akan ada sosok lain yang mencintaimu. Dan kau tak perlu lagi meraba bayangan kasihnya. Kau akan merasakan kehadirannya."

"Tidak akan selembut kasihmu."

"Karena kau tak mau mencarinya." "Untuk apa aku mencari yang lain, jika aku sudah memilikimu? Aku bahagia bersamamu."

"Sebuah kebahagian gila! Tidak sadarkah kau, Wie, bahwa kebahagianmu adalah kesia-siaan?"

"Entahlah, Pra. Aku penat hari ini, aku malas berpikir. Selamat malam." Ditutupnya diari putih yang selama ini setia menemaninya. Aku menyayangimu, tapi apakah aku juga mencintaimu? Entahlah sulit sekali mengatakan arti perasaanku.

"Wie, ada salam dari Mas Rudi," hadang Ratri sepulang kuliah siang itu.

"Oh ya, terima kasih. Bagaimana kabarnya?"

"Dia selalu menanyakanmu. Kapan kamu main ke rumah, bagaimana kamu di kampus, apa...."

"Dan kamu jawab semuanya?" Widuri melebarkan mata tak percaya. "Kamu tega sekali." Ratri tertawa.

"Apa salahnya? Mas Rudi baik, penuh perhatian, setia dan...ganteng !" Widuri tersenyum. Dihelanya nafas panjang. "Tri, aku tahu kak Rudi sebaik yang kau katakan, tapi ada sesuatu yang membuatku tidak bisa menerimanya. Aku yakin kak Rudi mau mengerti seperti yang dulu dikatakannya padaku. Aku mempercayainya."

"Sesuatu .... Seorang cowok lain?" "Tidak." "Wie...." "Mbak Ony!" Widuri berpaling. "Maafkan aku, Tri. Tapi ada yang harus aku bicarakan dengan Mbak Ony. Besok kita sambung percakapan kita. Salamku untuk Kak Rudi." "Sudah kamu coba melupakannya?" Leony bertanya. "Sudah. Tapi saya menghadirkannya lagi jika saya merasa sendiri dan tidak dihargai." "Mbak Ony tak mengerti." "Di rumah, saya tidak diberi kesempatan mengekspresikan diri, bahkan tidak cara saya mengatur kamar. Jika saya pulang akan saya dapati kamar saya berubah. Begitu juga untuk kepulangan saya berikutnya." "Ibu juga melakukannya pada kakak dan adik saya. Tapi mereka laki-laki. Mereka bisa mencarinya diluar rumah. Saya? saya tidak bisa. Ada sesuatu yamg membuat saya tidak bisa melakukannya." "Lalu kau hadirkan Pradipta?" "Apakah saya salah, jika saya dapatkan yang saya cari dalam dunia saya sendiri ? Apa salah jika orang yang dapat mengerti saya hanya ada dalam mimpi saya, kemudian saya menghadirkannya?" "Maafkan mbak Ony jika harus katakan kamu salah, Wie." Leony menarik napas panjang. "Saya mengerti. Saya berusaha menghentikan mimpi itu, saat ini. Atau bagaimana jika saya mencari penggantinya, seseorang yang nyata?" "Itu juga boleh. Tapi mari kita pikirkan efeknya, apakah kamu tidak akan menjadikan dia segalanya?" Widuri termenung. Rasanya yang dikatakan mbak Ony benar. Mencari dan menemukan penggantinya hanya akan membuatku memandangnya sebagai orang yang tahu segalanya. Sementara aku harus melupakannya, mengapa justru aku menghadirkan sosoknya? Memiliki seseorang sebagai pribadi itu sendiri mungkin lebih baik. Menerima setiap kekurangannya karena selama ini Pradipta yang dibentukkan adalah sosok yang sempurna. "Barangkali itu benar, Mbak," desis Widuri pelan.

Tangannya menjangkau gelas di meja dan mereguk habis isinya. "Well, kita coba lagi, Wie. Semoga kau berhasil. Jangan terlalu terpaku padanya. Mbak Ony lihat, kamu tergantung pada dirinya." Leony tersenyum. Matanya berputar menggoda ketika dari sudut gedung dilihatnya Teddy berjalan kearah mereka.

"Mahkluk itu juga kau pertimbangkan sebagai pengganti?"

"Hei, Teddy milik Mbak Ony, kan ?" Widuri tersenyum. "Saya harus mencari buku di perpustakaan. Mbak Ony sudah ada teman, kan. Jaga Mbak Ony, Dy!"

“Kamu tergantung padanya. Kalimat itu yang selalu mengikuti langkah Widuri. Tergantung. Alangkah memalukan, selama ini selalu diajarkan kepadanya untuk tidak meminta bantuan orang lain selagi mampu. Dan dia sekarang tergantung pada Pradipta.

Kalimat terakhir yang diucapkan Leony itu membuat Widuri bertekad untuk melupakannya. Mengubur mimpinya, tentang seorang kakak yang menyertai hari-harinya, karena setelah sekian waktu yang didapatnya justru kelukaan yang lebih dalam. Tetapi alangkah sulit. Melupakan sesuatu yang selama ini dekat dengannya adalah suatu hal yang hampir mustahil. Perjalananku masih panjang, Pra. dan aku harus belajar untuk mengarunginya sendiri. Tanpa siapapun. Bahkan tanpamu. Tanpa hatiku. Aku ingin ini adalah hari-hari terakhirku bersamamu. Aku ingin dapat melupakan kisah kasih yang telah kita rajut. Meskipun aku sadar, mungkin kisah ini adalah bagian dari kegilaanku karena kau tak pernah tahu. Widuri terguguk di tempatnya. Di tangannya tergenggam selembar gambar buram. "Widuri" Panggilan yang asing ditelinganya. Digerakkannya kepala. Di depannya berdiri sosok asing. Mana Ratri? Anak itu tak juga muncul. Dia harus mengadakan perhitungan besok, ini gara-gara dia, berjanji dan buntutnya.... "Kamu benar Widuri, kan?" suara cowok itu kembali mengusik gendang telinganya. Oh, Ratri juga harus mempertanggungjawabkan kejadian ini. Ini pasti satu dari perbuatan isengnya. "Ya," jawabnya tak acuh. Matanya kembali menatap jalan raya. Mana mahkluk mungil itu? "Tria meminta saya mengantarkan ini." Cowok itu menyodorkan selembar kertas padanya. "Tria...?"

"Maksud saya Ratri." "O, ada apa dengan Ratri?" dibacanya notes ditangannya. Dihembuskannya nafas. Terlalu keras hingga cowok itu menoleh. "Ada apa?" "Ratri tidak titip pesan?" Pemuda itu mengangkat bahu. "Tidak. Tria hanya memintaku menyampaikan maaf, dia tidak bisa memenuhi janji." "Kamu pacarnya? Sampaikan pada Ratri saya akan menghubunginya nanti. Tentu saja kalau ingat." "Akan saya sampaikan," jawab pemuda itu seraya ngeloyor pergi. Itu kali pertama Widuri bertemu dengan Rudi. Kemudian di rumah kost Ratri keesokan harinya. Widuri baru saja mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu ketika pintu itu terbuka. "Maaf Ratri ada?" "Masuk saja, Ratri di dalam." Suara laki-laki! Diangkatnya wajah. "Kamu...." "Widuri, kan?" Laki-laki itu tersenyum."Saya kakak Ratri," sambungnya setelah melihat keheranan di wajah gadis itu. "Kak Rudi?" "Tria pernah bercerita tentang saya?" kening Rudi berkerut. Widuri tersenyum kecil. "Bukan hanya pernah. Sering!" "Apa saja yang diceritakannya?"

"Banyak. Saya kira dia mengagumimu." "Tentu saja," Rudi tertawa. "Ratri adik saya." Widuri mesem. Memangnya setiap adik mengagumi kakaknya?Kemudian percakapan mereka mengalir. Widuri tak mengerti bagaimana mungkin dia begitu cepat merasa akrab. Padahal.... "Kemajuan hebat terjadi!" Ratri tiba-tiba telah berdiri di depan mereka. "Mengagumkan. Dia biasanya selalu diam, apa yang kau berikan padanya sehingga berbicara sebanyak itu, Rud," sambung Ratri membuat pipi Widuri memerah. Rudi terbahak. "Kamu keterlaluan, Tri. Mengapa harus mengatakan itu di depan kak Rudi?" protes Widuri sengit. Setelah Rudi meminta ijin untuk pergi. Ada yang harus dikerjakan, katanya. Ratri hanya tertawa menanggapi. Dering weker di meja menyadarkan Widuri dari lamunan panjangnya. Pukul dua tepat. Ditariknya selimut, dia harus datang lebih pagi untuk menghadap dosen wali besok. "Adikmu?" Aldi bertanya dengan bibir dan matanya. "Ya, mengapa?" "Kalian sangat berbeda," tukas Aldi ragu. "Dia bukan adik kandungku, ada apa?" ." "Menarik, sepertimu. Siapa namanya?" Bola mata Leony membulat. "Apa yang kau katakan? Widuri menarik. Ya, aku harus sampaikan ini padanya." "Maksudmu?" Aldi menatap tak mengerti. "Widuri merasa tidak seorangpun mau menjadikannya sebagai sahabat. Apalagi sebagai...." Leony tecekat. Hampir saja! "Sebagai apa?" Diangkatnya bahu, "Aku harus pergi. Dadah, Aldi." Dihempaskannya nafas. Hampir saja dibongkarnya sesuatu yang selama ini disimpannya. Seperti janjinya pada Widuri. Widuri. Dia gadis yang menarik. Hanya Widuri tidak pernah mau melihatnya. "Saya merasa setiap orang yang berbicara dengan saya merasa bosan. Bahkan saya tidak berani memastikan bahwa mbak Ony menyukai percakapan kita ini," kata Widuri suatu ketika dengan pandangan putus asa. "Mengapa?" kening Leony berkerut. Dia tak mengerti anggapan itu. Seperti Leony tidak mengerti pemiliknya, meski setelah kedekatan mereka. "Yang saya bicarakan hanya dari hal itu ke itu."

"Kamu tidak membicarakan hal ini pada setiap orang, kan?"

"Tentu saja tidak !" alis mata Widuri bertemu.

"Lalu ?"

"Saya ingin seperti Nena, Aida, atau yang lain."

"Ada apa dengan mereka ?"

"Saya ingin bercerita tantang film terbaru, lagu terbaru dari bintang-bintang yang banyak digandrungi, dan banyak hal lagi. Seperti mereka," Widuri merendahkan nada suaranya.

"Widuri, menyukai musik dan film-film klasik bukan sesuatu yang memalukan. Mbak Ony kadang-kadang juga menyukainya."

"Tapi mbak Ony berbeda dengan saya," desis Widuri.

Kamu gadis yang menarik, Wie. Dan sekarang aku bawa bukti padamu. Yang tidak pernah dimengerti Leony adalah gadis itu, Widuri, suatu ketika terlihat demikian tegar tapi juga rapuh pada saat lain.

"Saya hampir melupakannya, Mbak."

Sebelum Leony mengatakan apapun, Widuri telah menghadangnya.

"Mbak Ony gembira, Wie," Leony tersenyum. "Karena seseorang ?"

"Bukan," Widuri menggeleng. "Tapi saya telah melupakannya. Meskipun belum seluruhnya."

"Kamu pergi ke plasa kemarin, kan? Dengan siapa ?" ujarnya merendengi langkah Widuri.

"Mbak Ony tahu ?" Widuri tak percaya.

"Mbak Ony ada di toko buku yang sama ketika kamu kesana bersama seorang cowok. Tapi kukira bukan kakakmu."

Kak Rudy, desis Widuri. Hari minggu kemarin memang digunakannya untuk mencari buku di Gramedia, bersama Rudi.

"Kakak Ratri."

"Kamu menyukainya?"

"Saya...." Widuri tersipu. "Mengapa Mbak Ony tidak menegur kami?"

"Takut mengganggu," bola mata Leony berputar menggoda. "Dia yang membuatmu ingin melupakan Pradipta?" Leony kembali serius. Widuri diam.

"Wie..."

"Bukan. Kak Rudi yang membuat saya ingin melupakan Pra. Saya menginginkannya sejak lama. Tapi ketika saya berpikir untuk menggantinya dengan sosok nyata, saya ingin dia kak Rudi. Ada sesuatu yang membuat saya menginginkannya."

"Cinta ?"

"Saya tidak tahu," Widuri menggeleng. "Saya hanya merasa suka dekat dengannya, menatapnya dan mendapatkan perhatiannya. Hanya itu. Dan itu bukan cinta, seseorang mengatakan cinta lebih dalam dari itu."

Leony terdiam. Entahlah, dia sendiri tidak dapat mengatakan bagaimana cinta itu sebenarnya.

"Menangis?"

Sebuah teguran kecil menyadarkan Widuri. Ditangannya tergenggam novel petualangan karya Enid Blyton berjudul Memburu Kereta Api Hantu.

Kening Rudi berkerut, "He, itukan cerita petualangan, apakah yang menyedihkan?"

Widuri menoleh, tersenyum, "Ini memang hanya cerita anak-anak. Tapi saya menyukainya."

"Sampai kau menangis?"

"Kasih sayang diantara mereka yang membuat saya menangis. Saya menyukai keakraban mereka dan ...saya iri."

"Kamu selalu terhanyut, dengan kisah-kisah seperti itu, Wie," disentuhnya sekilas lengan Widuri.

"Kak Rudi tidak suka?"

"Suka juga. Di rumah cerita Lima Sekawan bahkan menjadi bacaan favorit kami." Rudi tersenyum.

"Oh, saya kira hanya anak-anak macam saya yang menyukainya."

"Ya. Tapi kami tidak sampai menangis sepertimu,"

Kali ini tawa Rudi benar-benar pecah.

"He, jangan merajuk!"

"Kak Rudi pikir saya cengeng, kan?" diurainya lengan Rudi yang melingkar bahunya."

"Kak Rudi tidak pernah berpikir seperti itu, Wie. Jangan salah artikan omonganku, hanya bergurau."

"Tak lucu," sahut Widuri ketus.

"Hei," alis bagus Rudi berkerut. "Maafkan, Wie."

O, mengapa aku kembali melakukannya? Widuri menggelengkan dengan menyesal.

"Tidak. Saya yang seharusnya minta maaf."

Rudi tersenyum. "Ada apa?"

Widuri menggeleng.

"Ceritakanlah, Wie. Itu akan membuatmu tenang."

"Kak Rudi mau mendengar?" tanyanya ragu.

"Kau lupa kalau kak Rudi pernah berjanji padamu untuk selalu bersedia mendengarmu?"

"Saya meragukannya untuk kali ini."

"Begitu?"

Widuri mengangguk. Betapa Widuri ingin menceritakan semua keinginannya, memiliki seseorang yang mau mendengar.

"Berceritalah, Wie. kak Rudi akan mendengar."

"Kak Rudi mau menjadi kakak saya?" tanyanya pelan.

"Saya tahu permintaan ini membuat orang berpikir bahwa saya gadis murahan," sambungnya dengan ragu. Rudi menggeleng.

"Tapi saya tidak ingin hari-hari saya terganggu oleh sebuah bayangan mengerikan."

"Saya hanya ingin kak Rudi benar-benar menjadi kakak saya. Yang menegur jika saya salah, yang mengajari saya bagaimana seharusnya saya menghadapi hidup."

Widuri tertawa. Sumbang. "Cengeng, ya?"

"Kamu sungguh-sungguh, Wie?" ditatapnya Widuri tak percaya. "Ya. Tapi kak Rudi boleh menolak jika tidak mau. Saya tidak sedang meminta Kak Rudi menjadi pacar saya." "Kamu...." Rudi terbahak. "Kak Rudi terima permintaanmu kalau itu yang membuatmu bahagia."

Disentuhnya mata Widuri yang masih menatapnya tak percaya.

"Ya, Wie. Kak Rudi akan menjadi kakakmu, kita bersaudara. Akan kak Rudi ajarkan kepadamu bagaimana menghadapi semuanya."

Widuri tersenyum. Ternyata masih ada orang yang bersedia mengerti saya disini. Ditengah ketidakmengertian ini. Terima kasih ya Allah.



My empty empire, 19 Pebruari 1995, for days wit Pra, I luv u but I must go.

(dimuat di ANITA CEMERLANG edisi 572, april 1996)

Tokoh Psikologi 1

Wilhelm Wundt
(1832 - 1920)
Wilhelm Wundt dilahirkan di Neckarau pada tanggal 18 Agustus 1832 dan wafat di Leipzig pada tanggal 31 Agustus 1920. Wilhelm Wundt seringkali dianggap sebagai bapak psikologi modern berkat jasanya mendirikan laboratorium psikologi pertama kali di Leipzig. Ia mula-mula dikenal sebagai seorang sosiolog, dokter, filsuf dan ahli hukum. Gelar kesarjanaan yang dimilikinya adalah dari bidang hukum dan kedokteran. Ia dikenal sebagai seorang ilmuwan yang banyak melakukan penelitian, termasuk penelitian tentang proses sensory (suatu proses yang dikelola oleh panca indera).

Pada tahun 1875 ia pindah ke Leipzig, Jerman, dan pada tahun 1879 ia dan murid-muridnya mendirikan laboratorium psikologi untuk pertama kalinya di kota tersebut. Berdirinya laboratorium psikologi inilah yang dianggap sebagai titik tolak berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang terpisah dari ilmu-ilmu induknya (Ilmu Filsafat & Ilmu Faal). Sebelum tahun 1879 memang orang sudah mengenal psikologi, tetapi belum ada orang yang menyebut dirinya sarjana psikologi. Sarjana-sarjana yang mempelajari psikologi umumnya adalah para filsuf, ahli ilmu faal atau dokter. Wundt sendiri asalnya adalah seorang dokter, tetapi dengan berdirinya laboratorium psikologinya, ia tidak lagi disebut sebagai dokter atau ahli ilmu faal, karena ia mengadakan eksperimen-eksperimen dalam bidang psikologi di laboratoriumnya.

Wundt mengabdikan diri selama 46 tahun sisa hidupnya untuk melatih para psikolog dan menulis lebih dari 54.000 halaman laporan penelitian dan teori. Buku-buku yang pernah ditulisnya antara lain: "Beitrage Zur Theorie Der Sines Wahrnemung" (Persepsi yang dipengaruhi kesadaran, 1862), "Grund zuge der Physiologischen Psychologie" (Dasar fisiologis dari gejala-gejala psikologi, 1873) dan "Physiologische Psychologie".

Tuesday, January 23, 2007

MIRROR; dari sebuah Film

sby, 29 desember 2006

terus terang baru hari ini aku tonton film yang dibintangi
vj Nirina ini (he2, ketinggalan banget, gak?)
ditengah menonton aku justru bertanya-tanya
pada sosok Kiran,
"mengapa dia tidak menikmati saja 'kelebihannya',
sehingga tidak perlu merasa takut?"

taruhlah contoh, ketika tiga gadis kecil (yang ternyata hantu)
bermain petak umpet dan bertanya pada Kiran apakah dia melihat
temannya bersembunyi.
jika saja Kiran menganggap gadis itu sebagai sebuah hubungan
yang wajar antar makhluk
dan dia bisa menikmati itu,
Kiran tak perlu merasa takut dan menganggap gadis kecil itu
sebagai benda ciptaan yang mengada
seperti dia.

ada yang mau nyoba?

Monday, January 22, 2007

22 januari 2007

hari ini tanggal 22 januari
mengingatkanku pada sebuah lagu
tepat dengan judul sama

"22 januari"-nya iwan fals

gapapa sih, ingat aja

Sunday, January 21, 2007

bosan

aku sedang bosan
bosan sedang mengurungku
tak ada yang membelitku selain bosan
bosan ini
bosan itu
lebih baik aku
melabuhmu saja
dalam bosanku

22 januari 2007

Wednesday, January 10, 2007

djogja


aku kangen jogja,

Thursday, January 04, 2007

POEMS 4 U

Mari Bicara Tentang Rasa

(Kepada Pradi)

mari bicara tentang rasa
Pada apapun, siapapun dan bagaimanapun
untuk menyadari rasa dibutuhkan
mata hati kita
Mari bicara tentang rasaku
yang mengalir selalu dari bilik rasa
milikku
Mari bicara tentang rasa, Pra
aku tidak ingin menyimpannya
Aku tidak ingin membiarkan
hatiku lelah menahannya
Mari bicara tentang rasa, Pra
Rasaku
yang kumiliki dalam warna yang berbeda
kuberikan warna putih, hijau dan biru
mungkin coklat atau kelabu
Mari bicara tentang rasa yang
berwarna
Ada warna rasa yang sama
kubagi untuk orang yang berbeda
Aku bagi warna putih
Aku bagi warna merah
Aku bagi warna kuning
mungkin juga kubagi warna jingga
Mari bicara tentang rasa
Apakah menurutmu aku mengumbar rasa?
hanya karena aku sayang
pada orang-orang lain yang berbeda?
apakah yang membuat aku yakin rasaku
pada orang-orang itu tidak akan
berubah warna?
Bertanyalah, Pra.
biarkan aku menjawabnya
Mari bicara tentang rasa
tentang rasa yang mengurungku
sekian lama
Mari bicara tentang rasa
Tentang rasaku pada dunia!
Salam

26 Mei 1999

POLIGAMI eps 2

Penghancuran Keluarga melalui Amandemen UU Perkawinan
Oleh: Kholda Naajiyah

Siapa yang paling bahagia pasca pernikahan kedua Aa Gym? Anda pasti menduga Aa Gym sendiri dan Alfarini, istri keduanya. Tapi, sepertinya bukan. Memang, sebagai pengantin baru mustinya mereka menikmati masa-masa bulan madu penuh kebahagiaan. Namun, “tekanan” opini media massa atas poligami itu sendiri malah mengguncang keluarga tersebut. Mereka menjadi bulan-bulanan media, bahkan sampai menyeret perhatian Presiden SBY segala.
Lain halnya dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan (Meneg PP) Meutia Hatta. Dengan wajah berseri-seri, beliau menjelaskan akan rencana revisi Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 1083 tentang poligami bagi PNS. Nantinya, tak hanya PNS, aturan poligami akan diperketat dan diperluas bagi seluruh elemen masyarakat.
Di belakang Menneg PP, para aktivis yang mengklaim sebagai pejuang hak perempuan berbunga-bunga. Betapa tidak, upaya amandemen UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 yang juga memuat pasal tentang poligami seolah menemukan momennya. Amandemen UU Perkawinan yang telah lama digagas para aktivis yang mengklaim pembela hak perempuan, menemukan cahaya cerah. Minimal berpeluang besar untuk kembali dilirik, dengan harapan kemudian dibahas dan dapat digolkan. Dengan demikian, tampaknya para aktivis perempuan inilah yang mendapat berkah kebahagiaan atas poligami Aa Gym.

Kritisi Draft Amandemen UUP
Kerangka amandemen UU Perkawinan telah lama disusun oleh para aktivis perempuan, pasca kegagalan mengusung Counter Legal Draft Kompilasi Hukum Islam (CLDKHI) yang dimotori Feminis Musdah Mulia. CLDKHI memang secara terang-terangan dan frontal menyerang Islam, karena itu langsung dianulir. Majelis Ulama Indonesia bahkan sempat mengeluarkan larangan untuk menyebarluaskan CLDKHI yang berbasis ideologi sekularisme-kapitalis itu.
Namun, para penggagas CLDKHI tak kurang akal. Mereka berupaya memasukkan substansi-substansi CLDKHI dalam peraturan perundang-undangan yang lain. Diantaranya berhasil digolkan menjadi hukum positif, seperti UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) yang berhasil memotivasi kaum perempuan untuk berani melawan suami dan berani bercerai; UU Perlindungan Anak (UU PA) yang meliberalkan anak-anak sejak dini dan menegasikan peran orang tua dalam mendidik anak; serta UU Kewarganegaraan yang semakin melegalkan pernikahan campuran beda agama (yang dalam agama tertentu (baca: Islam) dilarang) dan memudahkan pelegalan anak hasil perzinaan.
Nah, dalam hal pelarangan poligami sebagaimana dikehendaki CLDKHI, mereka membidik UU Perkawinan. Poligami ditentang habis-habisan dan diupayakan untuk dihapuskan sama sekali. Hal ini bisa dilihat dari draft amandemen UU Perkawinan No 1 Tahun 1974 versi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik yang menghendaki dihapuskannya pasal 3, 4 dan 5 tentang poligami dalam UU Perkawinan.
Sederet argumen dikemukakan. Antara lain, poligami merupakan bentuk subordinasi dan diskriminasi terhadap perempuan, bentuk kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), poligami hanya untuk kepentingan biologis, menempatkan perempuan sebagai sex provider. Argumen-argumen yang seolah masuk akal, padahal sejatinya hanya dibangun berdasarkan asumsi dan justifikasi subjectif.
Selain pasal poligami, pasal 7 berbunyi “Perkawinan diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun” diganti dengan “Perkawinan hanya diizinkan jika kedua belah pihak berumur di atas 18 tahun”. Alasannya, pembedaan usia minimal pernikahan antara laki-laki dan perempuan adalah bias gender. Hal ini sejalan dengan UU Perlindungan Anak yang mendefinisikan anak adalah orang yang belum berusia 18 tahun.
Bila ditelaah, penetapan angka 18 tahun ini mengandung maksud, yakni untuk meninggikan usia pernikahan dengan harapan usia reproduksi perempuan akan semakin pendek. Bagaimana tidak, dengan kampanye 4T yang mereka gembar-gemborkan, maka peluang lahirnya generasi dari kaum wanita semakin sempit.
4T tersebut adalah (1) Tidak terlalu dini (maksudnya jangan nikah muda, dengan dalih mengganggu kesehatan reproduksi); (2) Tidak terlalu banyak (maksudnya dua anak cukup, selaras dengan program KB dengan dalih demi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup); (3) Tidak terlalu dekat (maksudnya jarak kelahiran anak jangan terlalu dekat dengan dalih mengganggu kesehatan reproduksi); dan (4) Tidak terlalu tua (maksudnya, jangan melahirkan anak lebih dari usia 34 tahun, dengan dalih risiko tinggi).
Kampanye ini terkait dengan upaya menghentikan proses regenerasi. Siapa yang dibidik? Tentu saja kaum muslimin. Jumlah kaum muslimin yang banyak, menjadi ancaman bagi eksistensi ideologi sekular-kapitalis. Untuk itu, di negeri-negeri muslim perlu direkayasa upaya menekan proses regenerasi ini. Padahal di negeri-negeri Barat sendiri, penduduknya justru didorong untuk memiliki anak banyak karena saat ini di sana dilanda penuaan penduduk dan terancam loss genetarion.
Selain pasal di atas, pasal 11 berisi masa iddah bagi wanita bercerai, dikehendaki untuk diberlakukan juga bagi laki-laki. Aneh bin ajaib! Saking pengin samanya 50:50 dengan laki-laki, massa iddah yang dimaksudkan untuk mengetahui apakah mantan istri itu hamil atau tidak, diberlakukan pada laki-laki yang tak mungkin hamil.
Gebyah uyah(pukul rata) atas perjuangan menuju gender equality lebih jelas lagi dalam pasal 34. Pasal berisi pembagian peran antara suami dan istri itu, mereka obrak-abrik dengan menghendaki peran dan tanggungjawab yang sama antara suami dan istri. Dengan demikian, peran suami sebagai kepala rumah tangga dan pencari nafkah bisa diambil-alih oleh istri. Demikian pula sebaliknya, peran istri sebagai pengatur rumah tangga harus pula dibebankan kepada suami.
Atas dasar ini, istri tidak boleh dilarang bekerja agar memiliki bargaining power sebagai pengambil kebijakan dalam rumah tangga, karena memiliki sumber penghasilan. Jika suami melarang istri bekerja, akan dikenai delik kekerasan versi UU PKDRT. Dengan demikian, relasi suami-istri benar-benar disamaratakan. Disinilah letak pintu masuk bagi kehancuran institusi keluarga.

Penghancur Pernikahan
Draft amandemen UU Perkawinan versi Feminis yang nota bene derivat dari ideologi sekular-kapitalisme, jelas sangat berbahaya. Pertama, UU Perkawinan yang dibangun atas landasan Keadilan dan Kesetaraan Gender (KKG) itu berupaya mereduksi ajaran Islam tentang pernikahan. Seperti penentangan atas poligami, perombakan hukum tentang massa iddah dalam kasus perceraian dan relasi yang mengatur hubungan suami dan istri.
Kedua, menggiring masyarakat menuju liberalisasi. Larangan menikah di bawah usia 18 tahun, sekalipun pelaku sudah matang secara fisik, mental dan ekonomi, sama saja dengan menggiring masyarakat untuk menuju pintu seks bebas.
Ketiga, menghancurkan institusi pernikahan dan keluarga. Penyamarataan peran antara suami dan istri, berpeluang besar menimbulkan konflik kepentingan yang berujung pada perceraian. Juga, melemahkan peran pendidikan anak dan kelahiran generasi-generasi berkualitas dari sebuah keluarga.
Di negeri-negeri Barat, dimana perempuannya mandiri secara ekonomi, justru meluas perceraian. Institusi keluarga tak lagi dihormati sebagai wadah terkecil tempat para stkaholders di dalamnya harus berbagi peran. Keluarga tercerai-berai dan anak-anak yang dilahirkan menjadi generasi bermasalah. Fakta seperti inilah yang dikehendaki oleh para penyokong aktivis perempuan, yakni para pengusung ideologi sekular Barat.

Khatimah
UU Perkawinan merupakan target paling strategis dalam upaya penghancuran keluarga-keluarga muslim. Inilah konspirasi keji yang direncanakan Barat yang tak ingin umat Islam di Indonesia masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip Islam. Poligami, hanyalah salah satu senjata untuk menstigmatisasi ajaran Islam demi mulusnya rencana jahat mereka. Maka, yang harus dilakukan adalah menangkal amandemen UU Perkawinan ini dengan mengeksiskan syariat Islam ke dalam seluruh sendi kehidupan, termasuk dengan menguatkan institusi pernikahan.(*)

Kholda Naajiyah, S.Si, peminat masalah wanita, remaja dan anak-anak

Tuesday, January 02, 2007

next POEM

seperempat abad lalu kukirim namaku
ke jantungmu
tapi hanya serupa angin masa lalu
di sini aku
sekarang menghitung jari
tanpa tahu kapan
kau kembali

15 agt 2006




kau


engkaukah itu?
berjuta waktu aku habiskan untuk
menemukanmu

engkaukah itu?
bahkan kala menisik sendiri benang hari
dan mentari masih mengeja derap kaki
engkau mengabut

engkaukah itu,
berdiri di simpang jalan
panjang
sunyi,
dan menghilang

14 dec 2006