Friday, January 04, 2008

orang indonesia TIDAK bisa MEMBACA?

Tahun lalu manusia Indonesia protes pada aturan ‘dilarang merokok di tempat umum’ dan jadilah aturan itu urung diterapkan. Saat itu aku menyayangkannya, sedikit kecewa dengan tidak berlakunya aturan yang menguntungkan perokok pasif macam aku. Terus terang saja, aku sering merasa nelangsa kalau menemukan asap rokok berterbangan di sekelilingku. Bagaimana tidak? Aku akhirnya harus repot menutup hidung, mencari posisi agar lebih banyak angin mengalir ke arahku sehingga sedikit terbebas dari aroma yang menyesakkan itu.

Seringkali aku berpikir, seandainya kendaraan-kendaraan itu dibagi jadi dua mungkin lebih menyenangkan. Satu bagian khusus untuk para perokok dan satu bagian bebas asap rokok. Atau masing-masing kendaraan diberi tanda, kode atau semacamnya. Kode pertama: kendaraan bebas asap rokok, kalau mau merokok di kendaraan umum tunggu saja kode kedua: khusus para perokok dan asap rokoknya. Jadi biar asap rokok tumplek blek jadi satu dengan orang-orang yang suka menghisapnya.

Melamunkan hal itu membuat aku ingat sebenarnya masih ada beberapa tempat umum yang melarang asap rokok. Ruang ber-AC salah satunya. Tentu saja alasannya bukan karena merasa sayang pada pengguna ruangan, tapi merasa sayang pada Air Conditioner-nya! Sungguh sebuah alasan yang sangat ironis. Meski begitu aku jadi sedikit suka dengan ruangan ber-AC.

Sayangnya, hanya sedikit sekali orang yang bisa membaca kalimat penghargaan: “Kami sangat menghargai jika anda tidak merokok di dalam ruangan (ber-AC)” atau kalimat-kalimat serupa yang bertujuan sama. Saya seringkali menemukan hal itu jika pulang.

Ceritanya beberapa bulan lalu saya harus moving ke Bangkalan. Untuk pulang ke rumah ortu tentu saja harus menggunakan kapal untuk menyeberang. Saat pertama kali naik saya bersyukur karena di dinding kapal kapal ada larangan merokok dalam ruangan karena ruangan ber-AC. Hembusan nafas lega saya tak berlangsung lama karena seorang bapak di deretan kursi depan saya menyalakan rokok.

Pengalaman serupa saya temui lagi pada kepulangan berikutnya, kali itu saya beruntung karena ada mbak-mbak ABK yang mengingatkan para perokok itu. Tetapi haduh! Pada kepulangan berikutnya mata saya beredar. Di sudut kanan depan, saya melihat seorang pemuda memakai t-shirt polos sedang merokok. Saya maklum, barangkali dia tidak sekolah sehingga tidak bisa membaca tulisan penghargaan itu. Mata saya bergerak ke arah kiri, saya menemukan seorang laki-laki setengah baya berwajah perlente, berdasi dan bersepatu rapi menghisap rokoknya tepat di samping papan tulisan larangan merokok.

Saya hanya menggeleng-gelengkan kepala. Dari belakang kepala saya mendadak terdengar suara geretan disusul bau tembakau menguar. Saya menoleh dan menemukan seorang lelaki muda berseragam angkatan laut tengah menyulut rokoknya. Saya jadi berpikir lagi, jika pemuda berkaos oblong tadi memang tak bisa baca, apakah ini berarti mereka semua memang tak bisa membaca?

Alangkah ironisnya jika memang semua manusia Indonesia, bahkan yang sudah sarjana, tak bisa membaca. (13 juni 2007).

No comments: